Pelayanan rumah sakit kepada pasien BPJS-JKN masih belum optimal, banyak pasien yang mesti menunggu dan dibebankan biaya tambahan lantaran adanya resef obat diluar daftar obat formularium nasional. Untuk itu, KPK-RI sudah memanggil pejabat kementerian kesehatan agar menangkap selurun dokter dan direktur rumah sakit yang masih membebankan pasien peserta JKN. “KPK sudah menunggu dan menyuruh kami menangkap dokter dan direktur rumah sakit yang masih membebankan pasien BPJS dengan biaya tambahan. Misalnya peresepan obat diluar daftra obat formularium nasional atau pungutan-pungutan liar lainnya,” tutur dr Untung Suseno Sutarjo M.Kes, Sekretaris Jendral, kementerian kesehatan RI, saat berada di Putussibau. Diakui Untung, Jumat (9/1) lalu pihaknya dipanggil KPK, selain meminta kementerian kesehatan RI menangkap para dokter dan rumah sakit yang melakukan pungutan liar. Juga mengingatkan jajaran Kemenkes belum memberikan pelayanan oftimal kepada pasien peserta BPJS-JKN. Karena pasien BPJS-JKN tidak boleh dibebankan lagi dengan biaya apapun karena sudah di tanggung melalui BPJS. Saat di rumah sakit dr Achmad Diponegoro Putussibau, Untung meminta BPJS dan rumah sakit tidak menunda pelayanan kesehatan pada pasien BPJS-JKN mandiri trutama pasien kelas III. “Untuk Pasien kelas tiga tak boleh ditunda pelayanannya. Tidak boleh menunggu tujuh hari setelah mendaftar baru bisa mendapat layanan kesehtan dari BPJS-JKN, begitu datang mesti langsung di layani,” tegasnya. Dikatakan Untung, kalau kelas tiga, dia miskin, peserta BPJS mandiri, wajib langsung dilayani jangan sampai menunggu sampai tujuh hari. Pada kesempatan yang sama, Kepala BPJS Kapuas Hulu Aidil mengatakan, pihaknya siap memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat miskin pada kelas III, asalkan aplikasi yang memproses tujuh hari kerja di ubah dan di arahkan kepada tagihan manual. “Kalau memang diarahkan seperti itu, kami siap langsung memberikan pelayanan. Hanya saja saat ini kami masih menggunakan petunjuk lama, dimana setelah mendaftar sebagai peserta BPJS, tujuh hari kedepan kartu peserta BPJS baru bisa digunakan. “Jika diarahkan ke proses manual, kami juga siap. Hanya saja konsekuensinya tagihan pada rumak sakit membengkak dan tidak terkendali,” jelas Aidil. Sementara itu, direktur RSUD dr Achmad Diponegoro Putussibau dr. B.S Rey MPh mengatakan untuk tagihan pasien BPJS mencapai Rp 800 juta hingga Rp 1 milyar. Sedangkan untuk pelayanan pasien BPJS kelas III sampai saat ini masih menggunakan sistem tujuh hari kerja. Dimana setelah mendaftar sebagai peserta BPJS, keanggotaannya tak bisa langsung aktif, tetapi menunggu tujuh hari kemudian. “Sebetulnya kasihan juga kalau harus menunggu sampai tujuh hari. Tapi aplikasi memang seperti itu, mesti dirubah dulu. Jika harus menggunakan sitem manual, rumah sakit juga siap. Hanya saja rumah sakit tidak bisa langsung klaim. Untuk itu kami berharap pasien BPJS untuk warga miskin kelas III bisa langsung dilayani, sehingga mereka tidak menunggu keatifan anggota sampai tujuh hari,” papar Rey. Terkait petugas rumah sakit, baik itu perawat maupun dokter yang melakukan pengutan liar seperti meresep ubat diluar daftar obat formularium nasional. Atau dengan sengaja mengambil untung, sehingga membebani pasien BPJS. Rey meminta masyarakat segera melaporkan kepada manajemen rumah sakit. Dengan mencatat nama dokter, dimana yang bersangkutan dirawat dan nama lengkap. “Jika terbukti tetap akan kami tindak tegas. Saya sudah mengeluarkan surat edaran agar dokter saat melayani pasien BPJS tidak meresepkan obat diluar obat yang terdaftar dalam formularium nasional. Jika ditemukan pelanggaran hukum setelah dilakukan pembinaan, tentu menjadi tanggungjawab dari individu bersangkutan, manajemen hanya memberikan sangsi administrasi saja,” tegas B.S Rey. Sumber : lintaskapuas.com